Powered By Blogger

Minggu, 27 Maret 2011

MAKALAH DINIYAH


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal yang bertujuan untuk memberi tambahan pengetahuan agama Islam kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama Islam di sekolahannya.
Keberadaan lembaga ini sangat menjamur dimasyarakat karena merupakan sebuah kebutuhan pendidikan anak-anak pra dewasa. Apalah lagi sudah memiliku legalitas dari pemerintah melalui perundang-undangannya. Kelegalitasan ini menuntut Madrasah Diniyah untuk memiliki kurikulum yang mendukung, keadminitrasian yang mapan serta managemen yang professional.
Dalam makalah ini penulis akan mengupas sedikit tentang keadministrasikan, kurikulum madrasah diniyah yang insya Allah akan membentuk kepercayaan masyarakat terhadap lembaga madrasah ini.
1.2 Batasan Masalah
Sebelum merumuskan masalah yang dihadapi, perlu melakukan identifikasi terlebih dahulu. Berkaitan dengan hal tersebut, maka beberapa permasalahan muncul adalah.
  1. Bagaimanakah kurikulum yang digunakan di Madrasah Diniyah ?
  2. Bagaimanakah tahapan keadministrasian Madrasah Diniyah hingga terkesan ketinggalan zaman ?
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
  1. Mempelajari kurikulum dan keadministrasian Madrasah Diniyah.
  2. Mengetahui bagaimana menjadikan Madarah Diniyah yang ideal.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Madrasah Diniyah
Sejarah Islam di Indonesia memperlihatkan bahwa pendidikan keagamaan di sini tumbuh dan berkembang seiring dengan dinamika kehidupan masyarakat Muslim. Selama kurun waktu yang panjang, pendidikan keagamaan Islam berjalan secara tradisi, berupa pengajian al-Qur’an dan pengajian kitab, dengan metode yang dikenalkan (terutama di Jawa) dengan nama sorogan, bandongan dan halaqah. Tempat belajar yang digunakan umumnya adalah ruang-ruang masjid atau tempat-tempat shalat “umum” yang dalam istilah setempat disebut: surau, dayah, meunasah, langgar, rangkang, atau mungkin nama lainnya.
Perubahan kelembagaan paling penting terjadi setelah berkembangnya sistem klasikal, yang awalnya diperkenalkan oleh pemerintah kolonial melalui sekolah-sekolah umum yang didirikannya di berbagai wilayah Nusantara. Di Sumatera Barat pendidikan keagamaan klasikal itu dilaporkan dipelopori oleh Zainuddin Labai el-Junusi (1890-1924), yang pada tahun 1915 mendirikan sekolah agama sore yang diberi nama “Madrasah Diniyah” (Diniyah School, al-Madrasah al-Diniyah) (Noer 1991:49; Steenbrink 1986:44). Sistem klasikal seperti rintisan Zainuddin berkembang pula di wilayah Nusantara lainnya, terutama yang mayoritas penduduknya Muslim. Di kemudian hari lembaga-lembaga pendidikan keagamaan itulah yang menjadi cikal bakal dari madrasah-madrasah formal yang berada pada jalur sekolah sekarang. Meskipun sulit untuk memastikan kapan madrasah didirikan dan madrasah mana yang pertama kali berdiri, namun Departemen Agama (dahulu Kementerian Agama) mengakui bahwa setelah Indonesia merdeka sebagian besar sekolah agama berpola madrasah diniyahlah yang berkembang menjadi mad-rasah-madrasah formal (Asrohah 1999:193). Dengan perubahan tersebut berubah pula status kelembagaannya, dari jalur “luar sekolah” yang dikelola penuh oleh masyarakat menjadi “sekolah” di bawah pembinaan Departemen Agama.
Meskipun demikian tercatat masih banyak pula madrasah diniyah yang mempertahankan ciri khasnya yang semula, meskipun dengan status sebagai pendidikan keagamaan luar sekolah. Pada masa yang lebih kemudian, mengacu pada Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 1964, tumbuh pula madrasah-madrasah diniyah tipe baru, sebagai pendidikan tambahan berjenjang bagi murid-murid sekolah umum. Madrasah diniyah itu diatur mengikuti tingkat-tingkat pendi-dikan sekolah umum, yaitu Madrasah Diniyah Awwaliyah untuk murid Sekolah Dasar, Wustha untuk murid Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, dan ‘Ulya untuk murid Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Madrasah diniyah dalam hal itu dipandang sebagai lembaga pendidikan keagamaan klasikal jalur luar sekolah bagi murid-murid sekolah umum. Data EMIS (yang harus diperlakukan sebagai data sementara karena ketepatan-nya dapat dipersoalkan) mencatat jumlah madrasah diniyah di Indonesia pada tahun ajaran 2005/2006 seluruhnya 15.579 buah dengan jumlah murid 1.750.010 orang.
Berdasarkan Undang-undang Pendidikan dan Peraturan Pemerintah. Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari pendidikan nasional untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama. Madrasah Diniyah termasuk ke dalam pendidikan yang dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam penguasaan terhadap pengetahuan agama Islam.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang ditindaklanjuti dengan disyahkannya PP No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan memang menjadi babak baru bagi dunia pendidikan agama dan keagamaan di Indonesia. Karena itu berarti negara telah menyadari keanekaragaman model dan bentuk pendidikan yang ada di bumi nusantara ini.
Keberadaan peraturan perundangan tersebut seolah menjadi ”tongkat penopang” bagi madrasah diniyah yang sedang mengalami krisis identitas. Karena selama ini, penyelenggaraan pendidikan diniyah ini tidak banyak diketahui bagaimana pola pengelolaannya. Tapi karakteristiknya yang khas menjadikan pendidikan ini layak untuk dimunculkan dan dipertahankan eksistensinya.
Secara umum, setidaknya sudah ada beberapa karakteristik pendidikan diniyah di bumi nusantara ini. Pertama, Pendidikan Diniyah Takmiliyah (suplemen) yang berada di tengah masyarakat dan tidak berada dalam lingkaran pengaruh pondok pesantren. Pendidikan diniyah jenis ini betul-betul merupakan kreasi dan swadaya masyarakat, yang diperuntukkan bagi anak-anak yang menginginkan pengetahuan agama di luar jalur sekolah formal. Kedua, pendidikan diniyah yang berada dalam lingkaran pondok pesantren tertentu, dan bahkan menjadi urat nadi kegiatan pondok pesantren. Ketiga, pendidikan keagamaan yang diselenggarakan sebagai pelengkap (komplemen) pada pendidikan formal di pagi hari. Keempat, pendidikan diniyah yang diselenggarakan di luar pondok pesantren tapi diselenggarakan secara formal di pagi hari, sebagaimana layaknya sekolah formal.
2.2.Ciri-ciri Madrasah Diniyah
Dengan meninjau secara pertumbuhan dan banyaknya aktifitas yang diselenggarakan sub-sistem Madrasah Diniyah, maka dapat dikatakan ciri-ciri ekstrakurikuler Madrasah Diniyah adalah sebagai berikut:
  1. Madrasah Diniyah merupakan pelengkap dari pendidikan formal.
  2. Madrasah Diniyah merupakan spesifikasi sesuai dengan kebutuhan dan  tidak memerlukan syarat yang ketat serta dapat diselenggarakan dimana saja.
  3. Madrasah Diniyah tidak dibagi atas jenjang atau kelas-kelas secara ketat.
  4. Madrasah Diniyah dalam materinya bersifat praktis dan khusus.
  5. Madrasah Diniyah waktunya relatif singkat, dan warga didiknya tidak harus sama.
  6. Madrasah Diniyah mempunyai metode pengajaran yang bermacammacam.
2.3.Kurikulum yang digunakan Madrasah Diniyah
Berdasarkan Undang-undang Pendidikan dna Peraturan pemerintah no 73 tahun 1991 pada pasal 1 ayat 1 disebutkan “Penyelenggaraan pendidikan diluar sekolah boleh dilembagakan dan boleh tidak dilembagakan”. Dengan jenis “pendidikan Umum” (psl 3. ayat.1). sedangkan kurikulum dapat tertulis dan tertulis (pasl. 12 ayat 2). Bahwa Madrasah DIniyah adalah bagian terpadu dari system pendidikan nasional yang diselenggarakan pada jalur pendidikan luar sekolah untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama. Madarsah Diniyah termasuk kelompok pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menguasai pengetahuan agama Islam, yang dibina oleh Menteri Agama (PP 73, Pasal 22 ayat 3). Oleh karena itu, maka Menteri Agama  d/h Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam menetapkan Kurikulum Madrasah Diniyah dalam rangka membantu masyarakat mencapai tujuan pendidikan yang terarah, sistematis dan terstruktur. Meskipun demikian, masyarakat tetap memiliki keleluasaan unutk mengembangkan isi pendidikan, pendekatan dan muatan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan leingkungan madrasah.
Madrasah diniyah mempunyai tiga tingkatan yakni : Diniyah Awaliyah, Diniyah Wustha dan Diniyah Ulya. Madrasah DIniah Awaliyah berlangsung 4 tahun (4 tingkatan), dan Wustha 2 tahun (2 tingkatan). Input Siswa Madrasah Diniyah Awaliyah diasumsikan adalah siswa yang belakar pada sekolah Dasar dan SMP/SMU.
Sebagai bagian dari pendidikan luar sekolah, Madrasah Diniyah bertujuan :
  1. Melayani warga belajar dapat tumbuh dan berkembangn sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupanya.
  2. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperluakan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat dan /atau jenjang yang lebih tinggi, dan
  3. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah (TP 73 Pasal.2 ayat 2 s.d 3).
Untuk menumbuh kembangkan ciri madrasah sebagai satuan pendidikan yang bernapaskan Islam, amka tujuan madrasah diniyah dilengkapi dengan “memberikan bekla kemampuan dasar dan keterampilan dibidang agama Islam untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi muslim, anggota masyarakat dan warga Negara”.
Dalam program pengajaran ada bebarapa bidang studi yang diajarkan seperti Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab, dan Praktek Ibadah.
Dalam pelajaran Qur’an-Hadits santri diarahkan kepada pemahaman dan penghayatan santri tentang isi yang terkandung dalam qur’an dan hadits. Mata pelajaran aqidah akhlak berfumgsi untuk memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada santri agar meneladani kepribadian nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul dan hamba Allah, meyakini dan menjadikan Rukun Iman sebagai pedoman berhubungan dengan Tuhannya, sesame manusia dengan alam sekitar, Mata pelajaran Fiqih diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina santri untuk mengetahui memahami dan menghayati syariat Islam. Sejarah Kebudayaan Islam merupakan mata pelajaran yang diharapkan dapat memperkaya pengalaman santri dengan keteladanan dari Nabi Muhammad SAW dan sahabat dan tokoh Islam. Bahasa Arab sangat penting untuk penunjang pemahaman santri terhadap ajaran agama Islam, mengembangkan ilmu pengetahuan Islam dan hubungan antar bangsa degan pendekatan komunikatif. Dan praktek ibadah bertujuan melaksanakan ibadah dan syariat agama Islam.
Kurikulum Madrasah Diniyah pada dasarnya bersifat fleksibel dan akomodatif. Oleh karena itu, pengembangannya dapat dilakukan oleh Departemen Agama Pusat Kantor Wilayat/Depag Propinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya atau oleh pengelola kegiatan pendidikan sendiri. Prinsip pokok untuk mengembangkan tersebut ialah tidak menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku tentang pendidikan secara umum, peraturan pemerintah, keputusan Menteri Agama dan kebijakan lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan madrasah diniyah.
2.4.Administrasi Madrasah Diniyah
Administrasi Madrasah Diniyah ialah segala usaha bersama untuk mendayagunkan sumber-sumber, baik personil maupun materil secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di Madrasah Diniyah secara optimal.
2.4.1.      Prinsip Umum Administrasi Madrasah Diniyah
  1. bersifat praktis, dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan situasi nyata di madrasah DIniyah.
  2. Berfungsi sebagai sumber informasi bagi peningkatan pengelolaan pendidikan dan proses belajar mengajar.
  3. Dilaksanakan dengan suatu system mekanisme kerja yang menunjang realisasi pelaksanaan kurikulum.
2.4.2.      Ruang Lingkup
  1. Secara makro administrasi pendidikan di Madrasah Diniyah mencakup :
    1. kurikulum
    2. Warga belajar
    3. Ketenagaan
    4. Keuangan
    5. Saran/prasarana/gedung dan perlengkapan lainnya
    6. Hubungan kerjasama dengan masyarakat
  2. Dilihat dari Proses kegiatan pengelolaan dan perlengkapan, maka administrasi pendidikan mencakup :
    1. Kegiatan merencakanan (planning)
    2. Kegiatan mengorganisasikan (Organizing)
    3. Kegiatan mengarahkan (Directing)
    4. Kegiatan Mengkoordinasikan (Coordinating)
    5. Kegiatan mengawasi (Controling), dan
    6. Kegiatan evaluasi
2.4.3.      Peranan Pimpinan
Dalam pelaksanaan administrasi termasuk administrasi pendidikn diperlukan seorang pimpinan yang berpandangan luas dan berkemampuan, baik dilihat dari segi pengetahuan, keterampilan maupun dari sikap.
Hal ini diperukan, karena pimpinan harus menciptakan dan melaksanakan hubungan yang baik antara :
  1. Kepala madrasah dengan guru
  2. Guru dengan guru
  3. guru dengan penjaga madrasah
  4. Kepala Madrasah, guru dan masyarakat
Dalam pengelolaan administrasi ada beberapa kegiatan yang dapat menunjang pelaksanaan kurikum diantaranya :
  1. Kegiatan mengatur proses belajar mengajar
  2. Kegiatan mengatur murid (warga belajar)
  3. Kegiatan mengatur kepegawaian
  4. Kegiatan mengatur gedung dna perlengkapan madrasah
  5. Kegiatan mengatur keuangan
  6. Kegiatan mengatur hubungan Madrasah dengan masyarakat.
  7. Tugas serta tanggungjawab guru dan kepala madrasah
  8. Mengembangkan dan menyempurnakan sejumlah instrument administrasi madrasah diniyah.

BAB III
KESIMPULAN
Madrasah diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan non formal yang memiliki peranan penting dalam pengembangan pembelajaran agama Islam. Dalam madrasah diniyah yang merupakan lembaga yang memiliki paying hokum yang legal tentunya kurikulum sudah diset oleh pemerintah yang tentu tidak secara baku. Dalam artian pelaksana pendidikan bisa mengekplorasi pembelajaran yang bersipat penyesuaian dengan lingkungannya. Penyesuaian kurikulum itu akan dilakukan pada madrasah diniyah di semua tingkatan: ula (awal), wusto (menangah), hingga ala (atas).
Dalam keadministrasian meliputi beberapa urusan diantaranya: urusan administrasi, urusab Kurikuler, Urusan kewargaan belajar, urusan saran dan prasrana, dan urusan Humas
Dalam hal keorganisasiannya meliputi Kepala Madrasah Diniyah, Wali Kelas, Guru Pembimbing, BP3, guru mata pelajaran, tenaga kependidikanlainnya.
Untuk menjadi Madrasah Diniyah yang ideal maka yang sangat diperlukan adalah memperhatikan keadministrasian yang mapan, kurikulum yang sudah dibakukan oleh pemerintah yang ditambahkan dengan ektrakulikuler yang disesuaikan dengan lingkungan belajar.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama, Kurikulum Madrasah Diniyah Awaliyah, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1997.
Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998.
Departemen Agama, Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Pendidikan, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1996.

Sabtu, 26 Maret 2011

KIAMAT


oleh Ardian Fulan pada 05 Maret 2011 jam 12:30
dalam hadits Abu Sarihah Hudzaifah bin Asid al-Ghifari radiyallahu’anhu:

اطَّلَعَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَلَيْنَا وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ فَقَالَ مَا تَذَاكَرُونَ. قَالُوا نَذْكُرُ السَّاعَةَ. قَالَ إِنَّهَا لَنْ تَقُومَ حَتَّى تَرَوْنَ قَبْلَهَا عَشْرَ آيَاتٍ. فَذَكَرَ الدُّخَانَ وَالدَّجَّالَ وَالدَّابَّةَ وَطُلُوعَ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَنُزُولَ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ -صلى الله عليه وسلم- وَيَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَثَلاَثَةَ خُسُوفٍ خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَآخِرُ ذَلِكَ نَارٌ تَخْرُجُ مِنَ الْيَمَنِ تَطْرُدُ النَّاسَ إِلَى مَحْشَرِهِمْ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperhatikan kami ketika sedang berbincang-bincang. Beliau berkata, “Apa yang sedang kalian perbincangkan?” Kami menjawab, “Kami sedang berbincang-bincang tentang hari kiamat.” Beliau bersabda:

“Tidak akan terjadi hari kiamat hingga kalian melihat sepuluh tanda.” Lalu beliau menyebutkan, “[1] Dukhan (asap yang meliputi manusia), [2] keluarnya Dajjal, [3] Daabah (binatang yang bisa berbicara), [4] terbitnya matahari dari barat, [5] turunnya ’Isa bin Maryam ‘alaihimassalam, [6] keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, [7,8,9] terjadinya tiga longsor besar (dibenamkan ke dalam bumi) di timur, di barat dan di jazirah Arab, yang terakhir adalah [10] keluarnya api dari Yaman yang menggiring manusia ke tempat berkumpulnya mereka”.” (HR. Muslim no. 7467)

Dari kesepuluh tanda-tanda kubro ini yang paling jelas pengingkarannya pada tanda yang kelima, yaitu tentang turunnya Nabi ‘Isa ‘alaihissalam, karena dalam hadits yang shahih diterangkan bahwa lama tinggal Nabi ‘Isa ‘alaihissalam di bumi adalah selama 40 tahun, kemudian beliau meninggal dunia dan disholati oleh kaum muslimin (sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan al-Imam Ahmad, Abu Dawud dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 2182).

Sedangkan ramalan kiamat bangsa Maya akan terjadi pada 21 Desember 2012, berarti jaraknya tinggal 3 tahun lebih sedikit, padahal Nabi ‘Isa ‘alaihissalam akan tinggal di bumi selama 40 tahun. Ini jelas penyesatan dan pendustaan secara tidak langsung terhadap hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yang mulia, satu dari dua wahyu Allah (al-Qur’an dan al-Hadits).

mengenal hadits

MENGENAL " HADITS LAA ASLA LAHU" (hadits yang tidak ada asal usulnya)

(Dinukil dari kitab "Silsilatu al-Ahadits Laa ashla lahu"(kumpulan hadits-hadits  Laa ashla lahu hadits) no.1,karya: Abu Zaen bin Zaenuddin al_PasBary)

من عرف نفسه عرف ربه
Artinya: "Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia telah mengenal rabbnya" 

       Berkata Syekhul Islam (setelah membawakan hadits di atas):
"...dan sebagian manusia beranggapan bahwa  (hadits diatas) dari Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- padahal bukan bagian dari sabda Nabi -shallahu 'alaihi wa sallam- dan tidak dikenal (bahwa hadits diatas) memiliki SANAD.[Majmu' fatawa juz. 16,hal.349]

      Al-hafidz as-Sakhawy di kitab "al-Maqasid (hal.198) berkata:
"Berkata abu Muthazaffar bin as-sama'ani:Tidak dikenal (haditsnya)marfu' dan ia hanyalah perkataan dari YAHYA BIN MU'ADZ AR-RAAZI.

     Dan berkata Imam An-Nawawi:
" Bahwasanya riwayat (hadits diatas) tidak TSABIT.

     Al- Imam as-Suyuti dikitabnya "Dzilul _Maudhuu'at" (hal.203) setelah menukil perkataan imam an-Nawawi diatas, dan ia menyetujuinya,
Dan ia (as-Suyuti) juga berkata dikitabnya "al-Qaulul_asybiah" (juz.2/hal.153):
   هذا الحديث ليس بصحيح
"hadits ini tidak shahih alias tidak sah"

      Berkata al-'alamah al-Feruz abady dikitab "Ar-Raddu 'ala mu'taradiina 'ala syekh Ibnu 'araby (juz2,hal.37):
"Bukan bagian dari hadits Nabi,bersamaan dengan itu, kebanyakan manusia menjadikannya sebagai hadits yang disandarkan kepada Nabi -shallahu 'alaihi wasallam-, maka (perkataan ini) tidaklah benar...."

      Berkata Syekh Al-albany:
لا أصل له
laa asla lahu ( Tidak ada asal usulnya).

[lihat "Silsilah al-ahadits adh-dha'ifah wal maudhu'ah wa atsaruhu as-sayyiu fil_'Ummah", hadits no.66, dan Hadits-Hadits Dhao'if dan Maudhu' " oleh Ust. Abu 'Unaisah -hafidzahullah- (jilid .1,no.21)

NANTIKAN HADITS BERIKUTNYA.................. INSYAALLAH...

Jumat, 25 Maret 2011

ANALISA FAKTOR PENYEBAB MENURUNNYA PRESTASI BELAJAR SANTRI ( Studi Kasus Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Iman di Banglas Barat )



A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses yang terus menerus tidak berhenti. Pendidikan juga berarti mengembangkan kemampuan dan bentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan anak bangsa, bertujuan untuk berkembang potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cekap kreatif mandiri dan bertanggung jawab. Dalam konteks Islam, pendidikan adalah yang didasarkan pada nilai – nilai agama Islam sebagaimana yang dicantumkan di dalam Al – Qur’an dan As – Sunnah, serta dalam pemikiran para ulama ataupun  dalam sejarah  umat Islam.
Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah merumuskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa pendidikan dilakukan agar mendapatkan tujuan yang diharapkan bersama yaitu:


“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Pasal 3 UU RI No 20/ 2003). 

Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang bertujuan menghasilkan perubahan tingkah laku manusia[1]. Artinya, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan atau mengubah tingkah laku peserta didik. Pribadi adalah suatu sistim yang bersifat unik terintegrasi dan terorganisasi yang meliputi semua jenis tingkah laku individu. Pada hakikatnya pribadi tidak lain tingkah laku itu sendiri. Kepribadian mempunyai ciri – ciri : (1) Berkembang secara berkelanjutan sepanjang hidup manusia, (2) Pola organisasi kepribadian berbeda – beda untuk setiap orang dan bersifat unik, (3) kepribadian bersifat dinamis, terus berubah melalui cara – cara tertentu. Tingkah laku manusia memiliki dua aspek, yakni : (1) Aspek Obyektif, yang bersifat struktural yakni jasmaniah, (2) Aspek Subyektif, yang bersifat fungsional, yakni aspek rohaniah.
Pendidikan, kata ini juga diletakkan kepada Islam – telah didefinisikan secara berbeda – beda oleh berbagai kalangan, yang banyak dipengaruhi pandangan dunia masing – masing. Namun, pada dasarnya, semua pandagan yang berbeda itu bertemu dalam semacam kesimpulan awal, bahwa pendidikan merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efesien.
Pendidikan lebih daripada sekedar pengajaran; yang terakhir ini dapat dikatakan sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, bukan trasformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Dengan demikian, pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan “tuakang – tukang” atau para spessialis yang terkurung dalam ruang spesialisnya yang sempir, karena itu, perhatian dan minatnya lebih bersifat teknis.
Jika pendidikan Barat sekarang ini sering disebut – sebut mengalami krisis, itu tak lain karena proses yang terjadi dalam pendidikan tak lain daripada sekedar pengajaran. Pendidikan yang berlangsung dalam suatu sholing system tak lebih dari suatu proses transfer ilmu dan keahlian dalam kerangka tekno- struktur yang ada. Akibatnya, pendidikan –katakanlah pengajaran- menjadi suatu komoditi belaka dengan berbagai implikasinya terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan.[2]
Perbedaan pendidikan dengan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian. Dengan peoses semacam ini suatu bangsa atau negaradapat mewariskan nilai – nilai keagamaan, kebudayaan.pemikiran dan keahlian kepada generasi mudanya, sehingga mereka betul – betul siap menyongsong kehidupan. Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan nasional Indonesia menyatakan :

“Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak – anak, salaras dengan alam dan masyarakatnya.”[3]

Secara lebih filosofis Muhammad Natsir dalam tulisan “Idiologi Didikan Islam” menyatakan : “ Yang dinamakan pendidikan, ialah suatu pimpinan jasmani dan rohani menuju kesempurnaan dan kelengkapa arti kemanusian dan arti sesungguhnya.[4]
Pengertian pendidikan seacara umum, yang kemudian dihubungkan dengan Islam adalah sebagai suatu system keagamaan menimbulkan pengertian - pengertian baru, yang secara inplisit menjelaskan karakteristik – karakteristik yang dimilikinya. Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dalam istilah “tarbiyah”, “ta’lim”, dan “ta’did”. Yang harus dipahami bersama – sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah – istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam : “informal”, “formal”, dan “nonformal”.
Pendidikan berkaitan juga dengan belajar. Belajar memiliki beberapa maksud, anatara lain :
1.      Megetahui suatu kepribadian, kecakapan atau konsep yang sebelumnya tidak pernah diketahui.
2.      Dapat mengerjakan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat berbuat, baik tingkah-laku maupun keterampilan.
3.      Mamapu mengombinasikan dua pengetahuan (atau lebih) ke dalam suatu pengertian baru, baik keterampilan pengetahuan, konsep maupun sikap atau tingkah laku.[5]
4.      Dapat memahami atau menerapkan pengetahuan yang telah di peroleh

Sementara itu Muhibbin Syah mengutip pendapat beberapa pakar psikologi tentang definisi belajar, di antaranya adalah[6]:
Reber dalam kamusnya, Dictionary of Psychology, membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama, belajar adalah The process of accuiring knowledge, yakni proses memperoleh pengetahuan. Pengertian ini biasanya lebih sering dipakai dalam pembahasan psikologi kognitif yang oleh sebagian ahli dipandang kuran representatif karena tidak mengikutsertakan perolehan keterampilan nonkognitif.

Apa yang telah dicapai oleh siswa melakukan kegiatan belajar sering disebut prestasi belajar. Tentang apa yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar, ada juga yang menyebutkan dengan istilah hasil belajar seperti Nana Sudjana(1991). Penacapaian prestasi belajar atau hasil belajar siswa, merujuk kepada aspek – aspek kognitif, efektif dan psikomotor. Oleh karena itu ketiga aspek di atas harus menjadi indikator prestasi belajar. Artinya, prestasi belajar harus mencakup aspek – aspek kognitif, efektif dan psikomotor. [7] Menurut Sudjana, ketiga aspek di atas tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki.
Oleh karena itu di sini prestasi belajar sangat mempengaruhi dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi siswa atau santri yang ingin mengembangkan wawasan, atau mengambangkan skil yang santri miliki melalui evaluasi – evaluasi maka akan terwujudlah prestasi belajar santri tersebut.
Kemampauan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas – tugas belajar atau mentransfer hasil belajar. dari pengalaman sehari – hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh oleh proses – proses penerimaan, pengaktifan para pengolahan dan pengalaman. Bila proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat berprestasi kurang atau  dapat juga gagal beprestasi.[8]
Dalam belajar  pada ranah kognitif ada gejala lupa. Lupa  merupakan  peristiwa biasa, meskipun demikian dapat dikurangi. Lupa pada ranah kognitif umumnya berlawan dengan mengingat. Pesan yang dilupakan belum “ Hilang” dari ingatan, kadang kata siswa memerlukan waktu untuk “ membangkitkan” kembali pesan yang “ terlupakan”. Dengan berbagai pancingan, dalam waktu tertentu, pesan “terlupa” dapat diingatkan kembali. Bila pesan tersebut sudah “dibangkitkan”, maka digunakan untuk unjuk prestasi belajar maupun transfer belajar.
Oleh karena itu, diharapkan agar dengan pendidikan dapat meningkatkan Sumber Daya Manusia ( SDM ) yang bekualitas, beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
Pendidikan tidak hanya di dapat dari rumah saja, tetapi juga bisa di sekolah. Selain itu sekolah tidak hanya bersifat formal atau khusus saja, tetapi bisa juga non formal yakni bersifat umum, seperti Madrasah Diniyah Awaliyah yang sering disebut dengan MDA.
MDA adalah tempat belajar anak usia dini selain sebagai kegiatan ekstra di luar jam sekolah. Dengan MDA ini anak usia dini dapat belajar ilmu – ilmu agama yang lebih teperinci.
Tujuan MDA ini adalah untuk memfokuskan anak didik kearah agama. Dalam artian ditekankan kepada santri maupun menerapkan pelajaran yang telah di berikan kepada santri.
Dari paparan di atas menunjukkan bahwa secara khusus penelitian terhadap faktor penyebab menurunnya prestasi belajar santri belum pernah diteliti atau dilakukan oranglain. Atas alasan itulah peneliti tertarik untuk melakukan kajian dengan memfokuskan pada topic seperti tersebut di atas.
Prestasi belajar santri ini pasti dilakukan mengingat prestasi belajar sangat mempengaruhi di dalam penilaian akhir, selain itu, banyaknya persoalan di sekitar penyebab menurunnya prestasi belajar santri.
Berdasarkan pengamatan awal penulis menemukan gejala – gejala sebagai berikut :
1.      Ada sebagian siswa yang kurang merasa senang atau kurang semangat dalam belajar.
2.      Ada sebagian siswa yang mengikuti pelajaran semata – mata agar tidak tinggal kelas.
3.      Ada sebagian siswa yang mengikut belajar bukan untuk menambah ilmu, tetapi diharuskan mengikuti.
4.      Prestasi belajar rendah karena motivasi belajarnya renadah.
Bedasarkan gejala – gejala di atas, penulis ingin melakukan penelitian judul : analisa faktor penyebab menurunnya prestasi belajar santri madrasah diniyah awaliyah nurul iman di banglas barat.

B.     Alasan Memilih Judul
            Adapun alasan penulis  memilih judul di atas adalah :
1.         Persoalan – persoalan yang dikaji dalam judul di atas sesuai dengan bidang ilmu yang penulis pelajari, yakni Pendidikan Agama Islam.
2.         Masalah – masalah yang dikaji dalam judul di atas, penulis mampu untuk menelitinya, dan
3.         Lokasi penelitian ini terjangkau oleh peneliti untuk melakukan penelitian.

C.    Penegasan Istilah
1.      Faktor Penyebab
2.      Prefatasi
Prestasi adalah hasil dari evaluasi yang telah di lalui oleh seorang peserta didik yang ikut serta dalam memacukan pendidikan dan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang akan datang. Sehingga terwujud sebuah evaluasi yang positif.
3.      Belajar
Belajar adalah perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapainnya. Pengertian ini menitik beratkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar.[9]
4.      Santri
Santri adalah istilah peserta didik yang akan menimba ilmu. Panggilan santri hanya diberikan kepada anak pesantren dan siswa yang beragama Islam.
5.      MDA
MDA merupakan lemabaga untuk menimba ilmu pendidikan yang khususnya untuk sekolah non formal.
           
D.    Permasalahan
Adapun masalah penelitian ini adalah faktor – faktor penyebab menurunnya prestasi belajar santri MDA Nurul Iman dibanglas Barat cendrung rendah.
1.      Identifikasi Masalah
Sebagaimana yang telah di paparkan dalam latar belakang masalah bahwa permasalahan pokok kegiatan  ini adalah faktor – faktor penyebab menurunnya prestasi belajar. Berdasarkan persoalan pokok tersebut, maka persoalan – persoalan yang mengatasi kajian ini dapat di indentifikasikan sebagai berikut :
a.       Sikap santri dalam belajar cendrung acuh.
b.      Minat santri belajar rendah
c.       Pengetahuan siswa rendah
d.      Lingkungan belajar siswa kurang kondusif
e.       Metode mengajar guru kurang Variatif.
2.      Pembatasan Masalah
Mengingat banyaknya persoalan – persoalan yang mengitari kajian ini seperti yang dikemukakan dalam identifikasi masalah di atas, maka penulis memfokuskan pada faktor – faktor yang menyebabnya.
3.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan  di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a.       Apa saja faktor – faktor penyebab menurunnya prestasi belajar santri di MDA Nurul Iman Banglas Barat ?
b.      Apa faktor yang lebih dominan santri di MDA Nurul Iman Banglas Barat ?

E.     Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan secara ilmiah dan sistematis tentang faktor penyebab menurunnya prestasi belajar santri MDA Nurul Iman di Banglas Barat dan serta mendeskripsiakn secara ilmiah dan sistematis tentang faktor penyebab menurunnya prestasi belajar santri MDA Nurul Iman di Banglas Barat cendrung rendah.

2.      Kegunaan Penelitian
                        Hasil – hasil penelitian ini di harapkan berguna untuk :
a.       Sebagaimana informasi bagi santri MDA Nurul Iman di Banglas Barat tentang menurunnya prestasi belajar santri.
b.      Sebagai informasi bagi jurusan Pendidikan Agama Islam STAI Nurul Hidayah Selatpanjang tentang faktor – faktor penyebab menurunnya prestasi belajar santri.
c.       Pengembangan wawasan keilmuan pendidikan penulis dalam bidang pendidikan Islam dan yang berkaitan dengan penulisan ilmiah.

F.     Kerangka Teoritis dan Konsep Operasional
1.      Kerangka Teoritis
a)        Pengertian Prestasi Belajar
Menurut Djalal (1986: 4) bahwa “prestasi belajar siswa adalah gambaran kemampuan siswa yang diperoleh dari hasil penilaian proses belajar siswa dalam mencapai tujuan pengajaran ”. Sedangkan menurut Kamus bahasa Indonesia Millenium (2002: 444)”prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau dikerjakan”. Prestasi belajar menurut Hamalik (1994: 45) adalah prestasi belajar yang berupa adanya perubahan sikap dan tingkah laku setelah menerima pelajaran atau setelah mempelajari sesuatu.
Prestasi adalah hasil yang diperoleh setelah berlangsungnya proses evaluasi. Dalam arti lain prestasi adalah hasil dari evaluasi yang telah dilalui oleh seorang peserta didik yang ikut serta dalam memacukan pendidikan dan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang akan datang. Sehingga terwujudlah sebuah evaluasi yang positif.
Apa yang telah dicapai oleh siswa melakukan kegiatan belajar sering disebut prestasi belajar. Tentang apa yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar, ada juga yang menyebutkan dengan istilah hasil belajar seperti Nana Sudjana (1991). Penacapaian prestasi belajar atau hasil belajar siswa, merujuk kepada aspek – aspek kognitif, efektif dan psikomotor. Oleh karena itu ketiga aspek di atas harus menjadi indikator prestasi belajar. Artinya, prestasi belajar harus mencakup aspek – aspek kognitif, efektif dan psikomotor.[10]
Menurut Sudjana, ketiga aspek di atas tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki.
Berdasarkan pengertian diatas maka yang dimaksudkan dengan prestasi belajar adalah hasil belajar/ nilai pelajaran sekolah  yang dicapai oleh siswa berdasarkan kemampuannya/usahanya dalam belajar. 

b)       Faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah adanya kebutuhan, seperti kebutuhan biologis, instrik, unsur – unsur kejiwaan yang lain dan adanya pengaruh perkembangan budaya manusia.   Faktor – faktor itu tidak dapat di pisahkan soal kebutuhan dalam arti luas, baik kebutuhan yang bersifat biologis maupun Psikologis. Dengan demikian prestasi belajar sangat berkaitan dengan kognitif, afektif dan psikomotor pada diri santri itu sendiri.
Menurut Suryabrata(2002:233) adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah:
Faktor dari dalam diri siswa meliputi:
(1)   Faktor psikis yaitu: IQ, kemampuan belajar, motivasi belajar, sikap   dan perasaan , minat dan kondisi akibat keadaan sosiokultural.
(2)   Faktor fisiologis dibedakan menjadi 2 yaitu: 1). Keadaan tonus jasmani pada umumnya, hal tersebut melatarbelakangi aktivitas belajar, keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar, 2). Keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu.
Faktor dari luar diri siswa:
(1)       Faktor pengatur belajar mengajar di sekolah yaitu kurikulum pengajaran, disiplin sekolah, fasilitas belajar, pengelompokan siswa
(2)       Faktor-faktor sosial di sekolah yaitu sistem sekolah, status sosial siswa, interaksi guru dengan siswa.
(3)       Faktor situasional yaitu keadaan sosial ekonomi, keadaan waktu dan tempat, dan lingkungan.


2.      Konsep Operasional
Seperti di sebutkan di atas, kegiatan ini berkenaan dengan faktor – faktor menurunya prestasi belajar. Variabel perhatian ini adalah faktor – faktor menurunnya prestasi belajar. Prestasi belajar adalah suatu hasil akhir dari tiap jenjang – jenjang yang telah dilalui, melalui tahap – tahap baik evaluasi maka muncullah prestasi yang optimal.
Berdasarkan konsep diatas yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah yang diperoleh setelah berlangsungnya proses evaluasi. Dalam arti lain prestasi adalah hasil dari evaluasi  yang telah dilalui oleh seseorang peserta didik yang ikut serta dalam memacukan pendidikan dan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang akan datang. Sehingga terwujudlah sebuah evaluasi yang positif.
Indikator prestasi belajar santri :
1.      Siswa di harapkan bersunguh – sungguh dalam mengikuti pelajaran.
2.      Guru berusaha meningkatkan motivasi belajar siswa.
3.      Guru meningkatkan prestasi belajar siswa.
4.      Siswa mampu mampu mencapai prestasi yang lebih baik
5.      Siswa di harapkan bisa mempertahankan prestasi belajar
6.      Guru membimbing siswa dalam aktifitas belajar agar pengetahuan afektif, kognitif dan psikomor siswa itu mengalami perkembangan.
G.    Metode Penelitian
1.      Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Iman di Banglas Barat selatpanjang. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas alasan bahwa persoalan – persoalan yang dikaji oleh penelitian ada di lokasi ini.
2.      Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian ini atau sumber penelitian ini adalah santri. Sedangkan obyeknya adalah faktor – faktor penyebab menurunnya prestasi belajar.
3.      Populasi dan Sampel
Populasi penetian ini adalah santri MDA Nurul Iman di Banglas Barat yang berjumlah kurang lebih 60 orang. Tidak dilakukan penarikan sampel.
4.      Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian ini dikumpulkan dengan teknik : Observasi, wawancara dan angket.
5.      Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam peneltian ini adalah deskriptif kualitatif dengan persentase.



H.    Sistematika Proposal
Bab I  Pendahuluan yang terdiri atas : Latar belakang masalah, alasan memilih judul, peneasan istilah, permasalahan (identifikasi, batasan dan rumusan masalah), tujuan dan kegunaan penelitian, konsep operasional dan sistematika proposal.
Bab II Tinjauan tantang prestasi belajar yang memaparkan tentang : pengertian prestasi belajar, bentuk – bentuk belajar dan faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.
Bab III Prestasi belajar mencakup : lokasi penelitian, obyek dan subyek penelitian, populasi dan sampel teknik pengumpulan data, dan teknik  analisa data.
Bab IV Temuan hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri atas : deskripsi secara umum Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) Nurul Iman             di Banglas Barat Selatpanjang. Mencakup tentang : Sejarah berdirinya, visi dan misi, keadaan guru dan santri, dan proses pembelajarannya, sarana dan prasarana, penyajian hasil penelitian sesuai dengan rumusan masalah dan analisis (pembahasan).
Bab V Kesimpulan dan saran – saran, pada bagian akhir skripsi mencantumkan daftar pustaka dan lampiran – lampiran.




DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, (1996). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu
Azhari Zakri, (2003).Belajar dan Pembelajaran. Pekanbaru : Yayasan Obor Desa
Azyumardi, (2001). Pendidikan Islam. Jakarta : Kalimah
Daryanto, (2005). Administrasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Dimyati dan Mudjiono, 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djalal M.F, (1986). Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa Asing. Malang: P3T IKIP Malang
Hamalik O, (1994). Metode Belajar dan kesulitan-Kesulitan Belajar. Surabaya: Usaha Nasional. 
Mas’ud Zein, Tohirin dan Risnawati. (2007). Modul Diklat Peneltian Kelas dan Penulisan Karya Ilmiah. Pekanbaru : Panitia Sertifikasi Rayon 8
Mohibin Syah, (2003). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya
Mukhtar Samat, (2004). Pendidikan Islam Terpadu. Pekanbaru : Yayasan Pustaka Riau
Mulyono Abdurrahman, (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Ngalim Purwanto, (1987). Administrasi Pendidikan dan Supervisi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya
Sardiman, (2004). Interaksi dan Motovasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Sugiono, (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta
Sutaryadi, (2005). Administrasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional
Tohirin, (2005). Psikologi Pendidikan Agama Islam. Pekanbaru :         Remaja Pers



[1] .Azhari Zakri,Belajar dan Pembelajaran,Yayasan Obor Desa, Pekanbaru 2003, hal. 65
[2]  Azyumardi Azra, Pendidikan Islam,2001, hal. 4
[3] Ki Hajar Dewantara, Masalah Kebudayaan, kenang-kenagan Promosi Doktor Honoris Causa, Yogyakarta, 1967, Hal. 42
[4]  Mohd. Natsir, Kapita Selekta, s’Gavenhage, Bandung, 1954. Hal. 87
[5] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 3
[6]   Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung : Rosda Karya, 2003. Hal. 90-91
[7]  Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar cetakan III, Badung, 1991, hal. 49
[8] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2002, hal. 243
[9]  Azhari Zakri. Belajar dan Pembelajaran. Opcit. Hal. 3
[10]  Nana Sudjana, Opcit.hal. 49